Bengkakkan Anggaran, Kades Sinyior Diduga Lakukan Korupsi

Tapsel – Pengalokasian dana desa tanpa menggunakan regulasi yang jelas bisa berakibat kepada terciptanya kerugian negara yang cukup besar. Untuk pekerjaan fisik tentu harus mengacu kepada Perpres no. 70 tahun 2012 tentang Pengadaan Barang dan Jasa, namun tidak semua kandungan Perpres ini dapat diterapkan karena ada perbedaan prinsip.

Untuk proyek /pekerjaan fisik di satker yang membutuhkan pihak ketiga alias pemborong , Pengalokasian anggaran pada HPS /RAB harus dimasukkan anggaran keuntungan (over head) dan anggaran pajak penghasilan ( PPH ).

Sedangkan proyek / pekerjaan dengan sumber dana desa yang bersifat swakelola jelas pengalokasian anggarannya pada RAB tidak boleh memasukkan anggaran keuntungan dan pajak penghasilan, menyusul prinsip dasar swakelola bersifat mandiri , demikian dijelaskan salah seorang Pemerhati Pembangunan Pemerintah, Tantawi Panggabean kepada wartawan, Minggu (26/07) di Padangsidimpuan.

“Jangankan mengambil keuntungan , pelaksanaan pekerjaan swakelola seharusnya ada anggaran pendamping yang berasal dari kas desa atau dana sumbangan warga tersebut. Sumbangan dimaksud dapat berupa dana dan juga berupa tenaga serta peralatan, jelas Tantawi.

Seperti diketahui tahun 2019 kemarin desa Sinyior kecamatan Angkola Selatan, kabupaten Tapanuli Selatan telah melaksanakan pekerjaan rehabilitasi jembatan gantung / rambin. Menurut pengakuan warga dalam secarik surat pernyataan di atas materai mengakui kalau rehab yang dilakukan hanya mengganti lantai jembatan yang terbuat dari papan.

Biaya penggantian lantai papan ini memakan anggaran yang cukup besar yakni mencapai Rp. 97.049.500 , dari hitungan banyaknya kubikasi kayu dan papan yang dipergunakan hanya sekitar 2 M3 . Sementara kategori kwalitas kayu yang dipergunakan diduga hanya kelas 3 yang tidak dapat bertahan lama.

Menurut Tantawi, kalkulasi hitung-hitungan anggaran yang dibuatnya untuk rehabilitasi jembatan gantung tersebut diperkirakan hanya sekitar Rp. 25 jutaan sudah termasuk di dalamnya hitungan PPN, upah tukang dan aksesoris pelengkap.
Jadi menurut Tantawi, dalam pengalokasian anggaran untuk pengerjaan rehabilitasi jembatan gantung ini terindikasi digelembungkan alias dimarkup.

Dia mengharapkan agar pihak pengawas dalam hal ini APIP Inspektorat Kabupaten Tapanuli Selatan dan penegak hukum turun langsung memeriksa pekerjaan tersebut.

Nah untuk penegak hukum dalam penegakan hukum sebaiknya tidak memandang besar kecil nilai uang negara yang dikorupsi , namun penegak hukum harus mengedepankan prinsip penegakan hukum yang berkeadilan sosial.

Tapsel – Pengalokasian dana desa tanpa menggunakan regulasi yang jelas bisa berakibat kepada terciptanya kerugian negara yang cukup besar. Untuk pekerjaan fisik tentu harus mengacu kepada Perpres no. 70 tahun 2012 tentang Pengadaan Barang dan Jasa, namun tidak semua kandungan Perpres ini dapat diterapkan karena ada perbedaan prinsip.

Untuk proyek /pekerjaan fisik di satker yang membutuhkan pihak ketiga alias pemborong , Pengalokasian anggaran pada HPS /RAB harus dimasukkan anggaran keuntungan (over head) dan anggaran pajak penghasilan ( PPH ).

Sedangkan proyek / pekerjaan dengan sumber dana desa yang bersifat swakelola jelas pengalokasian anggarannya pada RAB tidak boleh memasukkan anggaran keuntungan dan pajak penghasilan, menyusul prinsip dasar swakelola bersifat mandiri , demikian dijelaskan salah seorang Pemerhati Pembangunan Pemerintah, Tantawi Panggabean kepada wartawan, Minggu (26/07) di Padangsidimpuan.

“Jangankan mengambil keuntungan , pelaksanaan pekerjaan swakelola seharusnya ada anggaran pendamping yang berasal dari kas desa atau dana sumbangan warga tersebut. Sumbangan dimaksud dapat berupa dana dan juga berupa tenaga serta peralatan, jelas Tantawi.

Seperti diketahui tahun 2019 kemarin desa Sinyior kecamatan Angkola Selatan, kabupaten Tapanuli Selatan telah melaksanakan pekerjaan rehabilitasi jembatan gantung / rambin. Menurut pengakuan warga dalam secarik surat pernyataan di atas materai mengakui kalau rehab yang dilakukan hanya mengganti lantai jembatan yang terbuat dari papan.

Biaya penggantian lantai papan ini memakan anggaran yang cukup besar yakni mencapai Rp. 97.049.500 , dari hitungan banyaknya kubikasi kayu dan papan yang dipergunakan hanya sekitar 2 M3 . Sementara kategori kwalitas kayu yang dipergunakan diduga hanya kelas 3 yang tidak dapat bertahan lama.

Menurut Tantawi, kalkulasi hitung-hitungan anggaran yang dibuatnya untuk rehabilitasi jembatan gantung tersebut diperkirakan hanya sekitar Rp. 25 jutaan sudah termasuk di dalamnya hitungan PPN, upah tukang dan aksesoris pelengkap.
Jadi menurut Tantawi, dalam pengalokasian anggaran untuk pengerjaan rehabilitasi jembatan gantung ini terindikasi digelembungkan alias dimarkup.

Dia mengharapkan agar pihak pengawas dalam hal ini APIP Inspektorat Kabupaten Tapanuli Selatan dan penegak hukum turun langsung memeriksa pekerjaan tersebut.

Nah untuk penegak hukum dalam penegakan hukum sebaiknya tidak memandang besar kecil nilai uang negara yang dikorupsi , namun penegak hukum harus mengedepankan prinsip penegakan hukum yang berkeadilan sosial.BERITA YANG DISARANKAN

Janganlah karena anggaran kerugian negara lebih kecil dari biaya operasional pemeriksaan , lantas penegak hukum menghiraukan perbuatan tersebut, pinta Gabe.

Jika penegak hukum tetap mengedepankan hal tersebut, maka pihak Pengguna Anggaran dan/atau Pengelola Anggaran akan mensiasati kelemahan penegak hukum dengan cara memecah kecil-kecil setiap anggaran, sehingga meski semua pekerjaan yang dipecah beraroma korupsi, maka penegak hukum tidak dapat menyentuhnya , hal hasil efek jera korupsi tidak tercipta lagi, jika tetap demikian Maka jadilah negara korupsi yang tersohor di dunia.

Kepala desa Sinyior Mhd Irwansyah , via aplikasi WhatsApp tidak menjawab saat wartawan konfirmasi seputar pekerjaan rehabilitasi jembatan gantung / rambin . *( Ali Imran )

sumber : https://jarrakposmedan.com/2020/07/26/bengkakkan-anggaran-kades-sinyior-diduga-lakukan-korupsi/